Rabu, 15 Desember 2010

Kelayakan Pendirian Provinsi Daerah Istimewa Surakarta (DIS) dengan Pendekatan Analisis APBD dan Neraca Tahun 2007-2008


BAB I
PENDAHULUAN
Saat ini, wacana publik yang berkembang di Surakarta adalah adanya usulan agar ibukota Provinsi Jateng dipindah dari Semarang ke Kota Surakarta. Wacana ini mengemuka dengan alasan dalam waktu 10 sampai 20 tahun lagi Kota Semarang sulit untuk dikembangkan sebagai wilayah ibukota karena lokasi dan infrastrukturnya sulit dikembangkan. Kota Solo dipilih karena perkembangan kota ini sangat pesat dalam kurun waktu 10 tahun terakhir. Kualitas infrastruktur di kota ini relatif lebih baik karena kondisi geografisnya lebih baik daripada Semarang. Namun, isu mengenai pemindahan ibukota Jateng ini kemudian justru menggelinding menjadi wacana mengubah Surakarta menjadi sebuah provinsi terpisah dari Jateng. Alasannya, kota ini secara historis pernah diakui sebagai daerah istimewa seperti Yogyakarta yang kemudian menjadi provinsi. Usulan Surakarta menjadi provinsi akhirnya berkembang menjadi usulan Daerah Istimewa Surakarta (DIS), namun usulan ini ditanggapi sinis karena hanya akan memperkuat posisi Keraton Surakartayang berarti berbau feodal dan bisa jadi tidak demokratis karena menutup peluang Pilkada, mengacu pada kasus DIY.
Wacana yang mengemuka tersebut menimbulkan pro dan kontra dalam masyarakat. Banyak masyarakat Surakaerta dan sekitarnya yang sangat mendukung dengan usulan pengubahan status Kota Surakarta menjadi ibukota Jawa Tengah atau bahkan menjadi Provinsi Daerah Istimewa Surakarta. Alasannya adalah sejarah Kota Surakarta yang dulu pernah menjadi sebuah Daerah Istimewa dan sekarang ingin status itu dikembalikan. Selain itu alasan yang mengemuka adalah bahwa Kota Surakarta secara infrastruktur sudah  cukup mendukung sebagai sebuah provinsi. Terlebih lagi, Surakarta cukup dikenal di kancah nasional maupun internasional. Baik dari sisi budaya, kemajemukan, pendidikan, maupun kemajuan pembangunan. Para pengusaha pun juga menyambut dengan baik wacana ini, alasannya adalah mobilitas orang dan aliran dana menjadi lebih besar. Para pengusaha tersebut berharap bahwa skala bisnis mereka akan mengalami peningkatan seiring dengan pengembangan Kota Solo. Sektor jasa adalah sektor yang paling diuntungkan dengan pemekaran Surakarta sebagai provinsi ataupun Solo sebagai ibukota Jateng. Dari aspek ekonomi, posisi Solo yang didominasi oleh sektor jasa dan perdagangan adalah pintu masuk (gateway) yang ideal bagi kabupaten di sekitarnya yaitu Boyolali, Sukoharjo, Klaten, Sragen, Karanganyar dan Wonogiri. Kabupaten-kabupaten itu berperan sebagai pendukung dengan komoditas unggulan mereka. Secara ringkas bisa dikatakan nilai tambah ekonominya besar pada saat Surakarta menjadi sebuah provinsi. Akan tetapi wacana pengembangan status Kota Surakarta ini juga banyak mendapat kritikan dan ketidakyakinan dari masyarakat. Menurut mereka dengan perubahnya status Kota Surakarta maka akan menghasilkan dampak-dampak negative seperti yang dialami oleh kota-kota besar lainnya di Indonesia. Misalnya adalah masalah kemacetan, pengangguran, daerah kumuh, dan peningkatan kriminalitas. Selain itu perubahan status Kota Surakarta ini juga perlu dengan latar belakang politik. Bila Surakarta menjadi provinsi atau ibukota provinsi maka para pejabat daerah akan diuntungkan dengan naiknya eselon mereka. Selain itu kepentingan jangka pendek dari usulan pemekaran daerah menjadi sebuah provinsi adalah dalam rangka meraih Dana Alokasi Umum (DAU). DAU yang merupakan bagian dari tanggung jawab pemerintah pusat ke daerah bisa menjadi “kue” bagi elite politik daerah. Kepentingan politik jangka pendek ini sering kali justru mengabaikan kepentingan rakyat.
Terlepas dari pro dan kontra masalah perubahan status Kota Surakarta menjadi ibukota Provinsi Jawa Tengah atau bahkan menjadi Daerah Istimewa Surakarta, kami mencoba untuk mengukur kelayakan Kota Surakarta dan kota-kota satelit disekitarnya untuk menjadi provinsi yang terlepas dari Provinsi Jawa Tengah. Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis Anggaran Belanja Pendapatan Daerah dan Analisis Neraca Keuangan Daerah. Kami mencoba untuk membandingkan keadaan keuangan Kota Surakarta dan kota-kota satelit di sekitarnya dengan keadaan keuangan Provinsi Jawa Tengah. Meskipun analisis yang kami gunakan sangat sederhana, kami berharap penelitian ini akan dapat dijadikan sebagai salah satu sumber wacana yang mendasari perubahan status Kota Surakarta ke depannya, apakah tetap menjadi Kota Surakarta yang sekarang ini (dalam artian Kota Surakarta belum layak menjadi provinsi) ataukah Kota Surakarta akan berubah menjadi sebuah provinsi yang baru yang terlepas dari Provinsi Jawa Tengah.





BAB II
PEMBAHASAN

A.   Gambaran Umum Daerah Eks Karesidenan Surakarta
1.   Surakarta
Surakarta adalah sebuah kota besar di Provinsi Jawa Tengah, Indonesia. Nama lainnya adalah Solo atau Sala. Di Indonesia, Surakarta merupakan kota peringkat kesepuluh terbesar (setelah Yogyakarta). Surakarta berbatasan dengan Kabupaten Karanganyar dan Kabupaten Boyolali di sebelah utara, Kabupaten Karanganyar dan Kabupaten Sukoharjo di sebelah timur dan barat, dan Kabupaten Sukoharjo di sebelah selatan. Kota ini terletak sekitar 65 km timur laut Yogyakarta dan 100 km tenggara Semarang. Lokasi kota ini berada di dataran rendah (hampir 100m di atas permukaan laut) yang diapit Gunung Merapi di barat dan Gunung Lawu di timur. Agak jauh di selatan terbentang Pegunungan Sewu. Di sebelah timur mengalir Bengawan Solo dan di bagian utara mengalir Kali Pepe yang merupakan bagian dari Daerah Aliran Sungai Solo. Tanah di Solo bersifat pasiran dengan komposisi mineral muda yang tinggi sebagai akibat aktivitas vulkanik kedua gunung api yang telah disebutkan di atas. Komposisi ini, ditambah dengan ketersediaan air yang cukup melimpah, menyebabkan dataran rendah ini sangat baik untuk budidaya tanaman pangan, sayuran, dan industri, seperti tembakau dan tebu. Namun demikian, sejak 20 tahun terakhir industri manufaktur dan pariwisata berkembang pesat sehingga banyak terjadi perubahan peruntukan lahan untuk kegiatan industri dan perumahan penduduk.
Keraton, batik dan Pasar Klewer adalah tiga hal yang menjadi simbol identitas Kota Surakarta. Eksistensi Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat dan Pura Mangkunegaran (sejak 1745) menjadikan Solo sebagai poros, sejarah, seni dan budaya yang memiliki nilai jual. Nilai jual ini termanifestasi melalui bangunan-bangunan kuno, tradisi yang terpelihara, dan karya seni yang menakjubkan. Tatanan sosial penduduk setempat yang tak lepas dari sentuhan-sentuhan kultural dan spasial keraton semakin menambah daya tarik. Salah satu tradisi yang berlangsung turun temurun dan semakin mengangkat nama daerah ini adalah membatik. Seni dan pembatikan Solo menjadikan daerah ini pusat batik di Indonesia. Pariwisata dan perdagangan ibarat dua sisi mata uang, dimana keduanya saling mendukung dalam meningkatkan sektor ekonomi.

TABEL LUAS WILAYAH KOTA SURAKARTA

No
Kecamatan
Luas (Km2)
1
Laweyan
8,64
2
Serengan
3,15
3
Pasar Kliwon
4,82
4
Jebres
12,58
5
Banjarsari
14,81
Total

44,04
Sumber : Litbang Kompas diolah dari Badan Pusat Statistik Kota Surakarta, 2001
Kota Surakarta merupakan pusat Wilayah Pengembangan VIII Propinsi Jawa  Tengah, mempunyai peran yang strategis bagi pengembangan wilayah di Propinsi Jawa Tengah. Secara geografis letak kota Surakarta sangat strategis dan merupakan titik persimpangan jalur transportasi regional dan sekaligus sebagai daerah tujuan dan bangkitan pergerakan. Sebagai pusat WP VIII kota Surakarta mempunyai tingkat pertumbuhan kota yang sangat pesat yang dapat dilihat dan pertumbuhan ekonomi dan sistem aktivitas kota sentra pertumbuhan fisik kota. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi melebihi persentase pentumbuhan penduduk akan mampu meningkatkan kesejahteraan penduduk, yang ditandai dengan semakin tingginya pendapatan perkapita masyarakat. Sarana dan prasarana transportasi sangat dipenlukan untuk menunjang pertumbuhan ekonomi, tentunya dengan tuntutan bahwa fasilitas transportasi dengan segala pendukungnya haruslah terjangkau dan segala arah. Disamping itu pertumbuhan sektor transportasi yang tinggi akan rangsang peningkatan pembangunan ekonomi, karena diantara keduanya mempunyai hubungan kausal yang positif.

2.   Boyolali
Luas wilayah Kabupaten Boyolali keseluruhan 1.015,05 Km2 terbagi menjadi 19 Kecamatan yang bebatasan langsung dengan Kabupaten Grobogan dan Kabupaten Semarang di sebelah utara, Kabupaten Klaten dan Provinsi DI Yogyakarta di sebelah selatan, Kabupaten Sragen, Karanganyar, Kota Surakarta, ddan Kabupaten Sukoharjo di sebelah timur, Kabupaten Magelang dan Kabupaten Semarang di sebelah barat. Sektor pertanian masih menjadi andalan di Boyolali ini letaknya yang 1.600 meter di atas permukaan laut cocok untuk pengembangan tanaman pangan sayuran dataran tinggi seperti kentang, wortel, kubis, sawi, tomat, buncis, dan labu siam, kemudian tanaman perkebunan teh serta tembakau, begitu juga untuk peternakan sapi perah. Peternakan tidak bisa dipisahkan dari identitas Boyolali. Hampir di setiap sudut wilayah terdapat patung sapi dalam ukuran besar maupun kecil, sebagai produk unggulan, seekor sapi perah bisa menghasilkan susu 10-15 liter setiap per hari. Sayangnya produksi yang berlimpah bahkan menjadi yang terbesar di Jateng ini tidak didukunng oleh industri pengolahan susu, proses pemasaran produksi susu dari peternak ditangani oleh KUD daan GKSI. Selain sapi perah, peternakan juga mengandalkan sapi potong yang terdapat di seluruh wilayah Kecamatan. Selain daging, sapi potong juga menghsilkan kulit yang digunakan untuk bahan tas, sepatu, dompet, bahan makanan.
Sebagai penunjang peternakan, pertanian tanaman pangan menjadi andalan utama terutama konsumsi pakan ternak. Tanaman pangan padi dan jagung, holtikultura buah dan sayuran serta tanaman obat juga banyak digunakan sebagai bahan baku makanan untuk industri lokal maupun daerah. Berkembangnya sektor pertanian memunculkan berbagai macam agroindustri, terdapat berbagai industri kecil, menengah, dan besar ynag bergerak dalam bidang agroindustri seperti industri pengolahan daging, penggilingan padi, tepung, dan bahan makanan ternak, makanan dan minuman, serta pengolahan tembakau. Jenis industri lainnya seperti kimia dan hasil hutan, logam, mesin, rekayasa, serta elektronika dan aneka, juga cukup berkembang. Industri kerajinan tembaga di Desa Tumang Kecamatan cepogo namanya sudah mulai dikenal pasar internasional yang diekspor ke Amerika, Jepang dan Belanda dengan produknya meliputi vas bunga, bokor, kap lampu.

3.   Sukoharjo
Kabupaten Sukoharjo (Bahasa Jawa: Sukaharja), adalah sebuah kabupaten di Provinsi Jawa Tengah. Ibukotanya adalah Sukoharjo, sekitar 10 km sebelah selatan Kota Surakarta. Kabupaten ini berbatasan dengan Kota Surakarta di utara, Kabupaten Karanganyar di timur, Kabupaten Wonogiri dan Daerah Istimewa Yogyakarta di selatan, serta Kabupaten Klaten di barat. Kabupaten ini dibelah oleh sungai Bengawan Solo menjadi dua bagian: Bagian utara pada umumnya merupakan dataran rendah dan bergelombang, sedang bagian selatan dataran tinggi dan pegunungan. Sebagian daerah di perbatasan merupakan daerah perkembangan Kota Surakarta, diantaranya di kawasan Grogol dan Kartosuro. Kartosuro merupakan persimpangan jalur Solo-Yogyakarta dengan Solo-Semarang. Kabupaten Sukoharjo dilintasi jalur kereta api Solo-Wonogiri, yang dioperasikan kembali pada tahun 2004 setelah selama puluhan tahun tidak difungsikan. Jalur kereta api ini merupakan salah satu yang paling "berbahaya" di Indonesia, karena melintas di tepi jalan raya tanpa adanya pembatas. Untuk beberapa tahun terakhir hampir tidak ada kereta penumpang yang melintas, sesekali hanya berupa kereta barang. Kabupaten Sukoharjo terdiri atas 12 kecamatan, yang dibagi lagi atas sejumlah desa dan kelurahan. Pusat pemerintahan berada di Kecamatan Sukoharjo.

4.   Wonogiri
Kabupaten Wonogiri dengan luas wilayah 182.236,02 Hektar atau 5,59% luas wilayah Propinsi Jawa Tengah dengan batas-batas sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Sukoharjo dan Kabupaten Karanganyar, sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Magetan dan Kabupaten Ponorogo Propinsi Jawa Timur, sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Pacitan Propinsi Jawa Timur dan Samudra Indonesia dan sebelah Barat berbatasan dengan Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Secara administrasi terbagi atas 25 Kecamatan yang terdiri dari 251 Desa dan 43 Kelurahan serta 2.306 Dusun/Lingkungan.
Berdasarkan hasil registrasi penduduk pada tahun 2007 jumlah penduduk Wonogiri sebanyak 1.181.114 jiwa sedangkan sampai akhir bulan Desember tahun 2008 sebanyak 1.212.677 jiwa, atau mengalami tingkat pertumbuhan sebesar 0,03%. Sedangkan proporsi jumlah penduduk terbanyak berdasarkan pada kelompok umur adalah umur 26-60 tahun yaitu sebesar 51,28%, berdasarkan tingkat pendidikan terbanyak adalah tamat Sekolah Dasar/Sederajat yaitu sebesar 38,02% dan berdasarkan mata pencaharian terbanyak adalah bekerja pada bidang lain diantaranya meliputi jasa-jasa (tukang cukur,tukang batu, tukang jahit, penata rambut, tukang kayu dan lain-lain); buruh harian (buruh harian lepas, buruh tani, buruh perkebunan,buruh nelayan, buruh peternakan dan lain-lain); pembantu rumah tangga; seniman, tabib dan lain-lain yaitu sebesar 35,51% dan disusul pada bidang pertanian sebanyak 30,98%.
Secara umum, wilayah Kabupaten Wonogiri terbagi menjadi 2 kelompok. Wilayah selatan yang membentang dari perbatasan Kabupaten Pacitan (Provinsi Jawa Timur) sampai perbatasan Kabupaten Gunung Kidul (Provinsi DIY) adalah wilayah yang kaya dengan pegunungan kapur. Pada area ini tidak banyak yang bisa dilakukan kecuali berladang (palawija) dengan ketergantungan pada curah hujan. Curah hujan per tahun berada pada level yang rendah. Area ini memiliki banyak sumber air dalam, dimana sampai saat ini masih belum bisa dimanfaatkan. Di beberapa tempat, dapat dijumpai sawah dengan jenis padi khusus (padi Gogo Rancah), ditanam pada media tanah yang sengaja diurugkan di atas batuan kapur. Dari area timur berbatasan dengan Kabupaten Ponorogo (Jawa Timur), area utara berbatasan dengan Kabupaten Karanganyar, dan area barat berbatasan dengan berbatasan dengan Kabupaten Sukoharjo, memiliki karakteristik yang relatif mendukung. Curah hujan yang cukup, dengan dukungan irigasi yang optimal, mampu mendukung budaya pertanian yang lebih menjanjikan. Hamparan sawah banyak dijumpai pada area ini.

5.   Karanganyar
Kabupaten Karanganyar, adalah sebuah kabupaten di Provinsi Jawa Tengah. Ibukotanya adalah Karanganyar, sekitar 14 km sebelah timur Kota Surakarta. Kabupaten ini berbatasan dengan Kabupaten Sragen di utara, Kabupaten Ngawi dan Kabupaten Magetan (Jawa Timur) di timur, Kabupaten Wonogiri di selatan, serta Kabupaten Boyolali, Kota Surakarta, dan Kabupaten Sukoharjo di barat. Kabupaten Karanganyar memiliki sebuah kecamatan exclave yang terletak diantara Kabupaten Boyolali, Kabupaten Sukoharjo, dan Kota Surakarta. Secara geogreafis, bagian barat Kabupaten Karanganyar merupakan dataran rendah, yakni lembah Bengawan Solo yang mengalir menuju ke utara. Bagian timur berupa pegunungan, yakni bagian sistem dari Gunung Lawu. Sebagian besar daerah pegunungan ini masih tertutup hutan. Wilayah Kabupaten Karanganyar dilalui jalan negara yang menghubungkan kota Solo-Surabaya, meski jalur ini tidak melintasi ibukota kabupaten Karanganyar. Karanganyar sendiri berada sekitar 14 km sebelah timur kota Surakarta. Bagian barat kabupaten ini termasuk wilayah pengembangan Kota Surakarta, khususnya di Kecamatan Jaten.
Ibukota Kabupaten Karanganyar berada di jalur wisata Solo-Tawangmangu-Sarangan-Magetan-Madiun. Angkutan umum dilayani oleh angkutan bus jurusan Solo-Karanganyar-Tawangmangu. Meski dilintasi jalur kereta api (Solo-Madiun-Surabaya), tidak ada kereta api penumpang yang singgah di wilayah kabupaten ini.

6.   Klaten
Kabupaten Klaten adalah sebuah kabupaten di Provinsi Jawa Tengah. Ibukotanya adalah Klaten. Kabupaten ini berbatasan dengan Kabupaten Boyolali di utara, Kabupaten Sukoharjo di timur, serta Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta di selatan dan barat. Kompleks Candi Prambanan, salah satu kompleks candi Hindu terbesar di Indonesia, berada di Kabupaten Klaten. Secara geografis, sebagian besar wilayah kabupaten ini adalah dataran rendah dan tanah bergelombang. Bagian barat laut merupakan pegunungan, bagian dari sistem Gunung Merapi. Ibukota kabupaten ini berada di jalur utama Solo-Yogyakarta. Kabupaten Klaten terdiri atas 26 kecamatan, yang dibagi lagi atas sejumlah desa dan kelurahan. Ibukota kabupaten ini adalah Klaten, yang sebenarnya terdiri atas tiga kecamatan yaitu Klaten Utara, Klaten Tengah, dan Klaten Selatan. Klaten dulunya merupakan Kota Administratif, namun sejak diberlakukannya Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, tidak dikenal adanya kota administratif, dan Kota Administratif Klaten kembali menjadi bagian dari wilayah Kabupaten Klaten.
B. Analisis APBD Daerah Eks Karesidenan Surakarta dan Jawa Tengah
·         APBD Daerah Eks Karesidenan Surakarta Tahun 2007-2008
TABEL HASIL ANALISIS APBD EKS KARESIDENAN SURAKARTA TAHUN 2007-2008
No
Nama Analisis
Hasil
1
Analisis Pendapatan



a. Analisis Pertumbuhan Pendapatan
14.54%


b. Derajat  b. Derajat Desentralisasi
0.074733596


c. Rasio Ketergantungan Keu Daerah
0.08821049


d. Rasio Kemandirian Keuangan Daerah
0.807986845


e. DSCR
341.9164097


f. DSR
225.562357
2
Analisis Belanja



a. Analisis Pertumbuhan Belanja
-23.23%


b. Keserasian Belanja




b.1. Analisis Belanja per Fungsi terhadap Total Belanja








Bidang Kesehatan
0.000128228




Bidang Pendidikan
0.000680068




Bidang Pelayanan Umum
0.000415117




Bidang Ketertiban dan Keamanan
1.34361E-05




Bidang Ekonomi
0.000116778




Bidang Lingkungan Hidup
2.36605E-05




Bidang Perumahan dan Fasilitas Umum
0.000132078




Bidang Pariwisata dan Budaya
1.04049E-05




Bidang Perlindungan sosial
1.46118E-05



b.2. Analisis Belanja Modal terhadap Total Belanja
0.255898116



3
Analisis Pembiayaan






a. Analisis Penggunaan Silpa Tahun Lalu


329338


b. Analisis Dana Cadangan


0


c. Analisis Investasi


68890

·         APBD Provinsi Jawa Tengah Tahun 2007-2008
ANALISIS APBD PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2007-2008
No
Nama Analisis
Hasil
1
Analisis Pendapatan



a. Analisis Pertumbuhan Pendapatan
11.39%


b. Derajat Desentralisasi
0.694544073


c. Rasio Ketergantungan Keu Daerah
3.194350788


d. Rasio Kemandirian Keuangan Daerah
0.217428867


e. DSCR
9123.91145


f. DSR
7397.291603
2
Analisis Belanja



a. Analisis Pertumbuhan Belanja
31.87%


b. Keserasian Belanja




b.1. Analisis Belanja per Fungsi terhadap Total Belanja








Bidang Kesehatan
0.000111052




Bidang Pendidikan
4.21907E-05




Bidang Pelayanan Umum
0.000616253




Bidang Ketertiban dan Keamanan
7.83881E-06




Bidang Ekonomi
9.2576E-05




Bidang Lingkungan Hidup
3.90949E-06




Bidang Perumahan dan Fasilitas Umum
0.000102892




Bidang Pariwisata dan Budaya
3.80679E-06




Bidang Perlindungan sosial
1.94813E-05



b.2. Analisis Belanja Modal terhadap Total Belanja
0.409546313



3
Analisis Pembiayaan






a. Analisis Penggunaan Silpa Tahun Lalu


549089


b. Analisis Dana Cadangan


0


c. Analisis Investasi


145000
 

   1. Analisis Pendapatan
Seperti yang telah kita ketahui bersama, pendapatan dapat didefinisikan sebagai semua penerimaan rekening kas nmum negara/ daerah yang menambah ekuitas dana lancar dalam periode tahun anggaran bersangkutan yang menjadi hak pemerintah dan tidak perlu dibayar kembali oleh pemerintah. Dari pengertian ini, kita dapat menarik kesimpulan bahwa semakin banyak suatu daerah memperoleh pendapatan maka semakin banyak pula ekuitas dana pemerintah tersebut. Analisis pendapatan yang digunakan dalam penelitian ini ada beberapa macam, yang kesemuanya dapat dijadikan indikator keadaan keuangan daerah yang bersangkutan. Berikut adalah macam analisis pendapatan dan hasilnya di daerah Eks Karesidenan Surakarta pada tahun 2007-2008.
a.  Analisis Pertumbuhan pendapatan
Analisis ini berguna untuk mengetahui perkembangan pendapatan suatu daerah dari suatu tahun ke tahun berikutnya. Apabila suatu daerah memiliki pertumbuhan pendapatan daerah yang positif, yang perlu diperhatikan adalah pendapatan yang bersumber dari manakah yang menyumbang proporsi tertinggi dalam meningkatkan pendapatan daerah tersebut. Pada daerah Eks Karesidenan Surakarta mengalami pertumbuhan pendapatan sebesar 14,54%, dimana sumber pendapatan yang paling banyak mengalami pertumbuhan adalah pendapatan lain, yaitu sebesar 53,24%. Sementara itu pendapatan yang bersumber dari dalam daerah itu sendiri (PAD) tumbuh sebesar 13.26%, dan pendapatan yang bersumber dari dana perimbangan tumbuh sebesar 12,29%.
Berikut adalah tabel yang menggambarkan perkembangan pendapatan daerah Eks Karesidenan Surakarta.

   Tabel perkembangan pendapatan daerah Eks Karesidenan Surakarta.
Uraian
Tahun 2007
Tahun 2008
Pertumbuhan (%)
Total Pendapatan
3960360.046
4536059
14.54%
PAD
299306.3351
338996
13.26%
Dana Perimbangan
3450903.133
3875036
12.29%
Pendapatan Lainnya
210150.578
322027
53.24%
           Sumber: Diolah dari data Dirjen Perimbangan Keuangan

Analisis pendapatan pada Provinsi Jawa Tengah agak menunjukkan hasil yang sedikit berbeda. Total pendapatan Provinsi Jawa Tengah mengalami peningkatan sebesar 10.59%, dimana PAD mengalami pertumbuhan sebesar 12.11% sedangkan pendapatan yang berasal dari dana perimbangan tumbuh sebesar 7.29%. Untuk pos pendapatan lainnya tidak mengalami pertumbuhan sama sekali, dimana nilai untuk tahun 2007 dan 2008 tetap sama, yaitu nol. Hal ini mempunyai arti bahwa Provinsi Jawa Tengah tidak mendapatkan pendapatan dari pos pendapatan lainnya.

     Tabel perkembangan pendapatan daerah Provinsi Jawa Tengah.
Uraian
Tahun 2007
Tahun 2008
Pertumbuhan (%)
Total Pendapatan
4381123.71
4845226
10.59%
PAD
3001641.71
3365223
12.11%
Dana Perimbangan
1379482
1480003
7.29%
Pendapatan Lainnya
0
0
0%
                  Sumber: Diolah dari data Dirjen Perimbangan Keuangan

Dari tabel perkembangan pendapatan daerah Eks Karesidenan Surakarta dan Provinsi Jawa Tengah maka dapat dilihat bahwa perkembangan total pendapatan daerah Eks Karesidenan Surakarta menunjukkan hasil yang lebih baik. Hal ini terindikasi dari besarnya pertumbuhan total pendapatan yang mencapai 14.54%.

b. Derajat Desentralisasi
Analisis ini digunakan untuk melihat seberapa besar suatu daerah mampu menyelenggarakan desentralisasi. Angka derajat desentralisasi yang tinggi mengindikasikan bahwa daerah tersebut telah mampu menyelenggarakan desentralisasi dengan baik. Dari hasil penelitian ini didapatkan hasil derajat desentralisasi untuk daerah Eks Karesidenan Surakarta adalah sebesar 0.074733596, sedangkan untuk Provinsi Jawa Tengah memperoleh nilai sebesar 0.694544073. Dari hasil tersebut dapat kita simpulkan bahwa untuk derajat desentralisasi, Provinsi Jawa Tengah jauh lebih unggul dibandingkan dengan daerah Eks Karesidenan Surakarta.


c. Rasio Ketergantungan Keuangan Daerah
Rasio ini menggambarkan seberapa besar suatu daerah itu tergantung dengan bantuan (dana transfer) dari pemerintah pusat. Apabila suatu daerah memiliki tingkat rasio yang rendah maka dapat diartikan daerah tersebut semakin tergantung pada bantuan pemerintah. Dari penelitian didapatkan hasil bahwa rasio ketergantungan keuangan untuk daetah Eks Karesidenan Surakarta mencapai 0.08821049, sedangkan untuk Provinsi Jawa Tengah mencapai 3.194350788. Dari sini dapat diambil kesimpulan bahwa daerah Eks Karesidenan Surakarta lebih bergantung kepada pemerintah.

d. Rasio Kemandirian Keuangan Daerah
Rasio kemandirian keuangan dapat diartikan sebagai suatu rasio yang menggambarkan seberapa besar suatu daerah itu mandiri. Apabila rasio ini menghasilkan nilai yang besar maka hal ini mengindikasikan tingkat kemandirian daerah yang semakin rendah. Atau dengan kata lain daerah tersebut semakin tidak mandiri dan hanya mengandalkan bantuan dari pemerintah. Untuk daerah Eks Karesidenan Surakarta nilai rasio ini adalah sebesar 0.807986845, sedangkan nilai untuk Provinsi Jawa Tengah adalah 0.217428867. Dari penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa Provinsi Jawa Tengah lebih mandiri dari daerah Eks Karesidenan Surakarta.

e. Debt Service Coverage Ratio (DSCR)
DSCR adalah kemampuan suatu daerah melakukan pinjaman dengan memperhatikan kemampuan membayar pokok hutang dan bunga. Kemampuan membayar hutang dapat dilihat dai potensi penerimaan daerah yang bersumber dari PAD maupun Dana Perimbangan. Hasil analisis DSCR harus menunjukkan angka minimal 2.5. Berdasarkan hasil penelitian hasil DSCR untuk daerah Eks Karesidenan Surakarta menujukkan angka 341.9164097, sedangkan untuk Jawa Tengah sebesar 9123.91145. Dari sini kita dapat simpulkan bahwa baik untuk daerah Eks Karesidenan Surakarta maupun Provinsi Jawa Tengah sama-sama menunjukkan angka DSCR yang baik, sehingga kedua daerah tersebut sama-sama mampu untuk melakukan utang jangka panjang dengan baik.

f. Debt Service Ratio (DSR)
Adalah suatu rasio yang menggambarkan kemampuan suatu Pemda untuk melakukan pembayaran utang. Nilai DSR yang baik adalah diatas 1. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, nilai DSR untuk daerah Eks Karesidenan Surakarta mencapai 225.562357, sedangkan untuk Provinsi Jawa Tengah mencapai 7397.291603. dari sini dapat kita simpulkan bahwa kedua daerah dapat melakukan pembataran utang dengan baik.

2. Analisis Belanja
Belanja daerah adalah semua pengeluaran dari rekening kas umum daerah yang mengurangi ekuitas dana lancar dari periode anggaran bersangkutan yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh pemda. Di dalam penelitian ini analisis belanja yang digunakan adalah analisis pertumbuhan belanja dan analisis keserasian belanja. Berikut adalah penjelasan tentang analisis belanja dan hasil yang diperoleh.
a.  Analisis Pertumbuhan Belanja
Dasar yang dipergunakan dalam analisis ini hampir sama dengan dasar yang digunakan dalam analisis pertumbuhan pendapatan, hanya saja variabel pendapatan diganti dengan variabel belanja. Analisis ini berguna untuk mengetahui perkembangan belanja suatu daerah dari suatu tahun ke tahun berikutnya. Apabila suatu daerah jumlah belanjanya selalu naik, maka yang jadi pertanyaan apakah penyebabnya dan bagaimana dampak dari naiknya belanja yang dirasakan oleh masyarakat. Pertumbuhan belanja haruslah diimbangi dengan naiknya pendapatan untuk mencegah terjadinya defisit. Pada daerah Eks Karesidenan Surakarta tidak terjadi pertumbuhan belanja pada tahun penelitian, justru pada tahun 2008 jumlah belanja turun sebesar 23.23% dibandingkan dengan tahun 2007. Sedangkan pada tahun yang sama pertumbuhan belanja Provinsi Jawa Tengah naik sebesar 31.87%. Turunnya jumlah belanja daerah Eks Karesidenan Surakarta tentu membuat surplus dana daerah tersebut semakin besar. Hal ini kemungkinan disebabkan Pemda telah dapat mengurangi belanja-belanja yang dianggap kurang bermanfaat atau dengan kata lain telah terjadi efisiensi belanja.



b. Analisis Keserasian Belanja
b.1. Analisis belanja per fungsi
Analisis ini menggambarkan seberapa besar alokasi belanja-belanja yang telah dilakukan oleh pemerintah untuk tiap-tiap fungsi, dimana fungsi yang dimaksud disini terdiri atas kesehatan, pendidikan, pelayanan umum, ketertiban dan keamanan, ekonomi, lingkunagn hidup, perumahan dan fasilitas umum, pariwisata dan budaya serta perlindungan sosial. Berikut ini adalah tabel yang menggambarkan alokasi belanja pemerintah kepada tiap fungsi tersebut.
                      DAERAH

FUNGSI
Prop. Jawa Tengah
Kab. Boyolali
Kab. Kr.anyar
Kab. Klaten
Kab. Sukoharjo
Kab. Wonogiri
Kota Surakarta
Eks Karesidenan Surakarta
Kesehatan
599.049
84.937
64.191
67.58
65.798
75.006
53.216
410.728
Pendidikan
227.59
358.482
329.386
518.043
324.83
376.986
270.598
2178.325
Pelayanan Umum
3.324.262
194.851
257.859
255.441
194.948
226.404
200.158
1329.661
Ketertiban dan Ketentraman
42.285
7.766
6.073
5.539
7.404
4.541
11.714
43.037
Ekonomi
499.384
68.766
69.213
47.61
50.956
59.842
77.665
374.052
Lingkungan Hidup
21.089
5.274
3.355
2.762
5.567
11.822
47.007
75.787
Perumahan dan Fasilitas Umum
555.032
57.537
59.996
102.863
58.697
63.298
80.669
423.06
Pariwisata dan Budaya
20.535
7.018
3.324
10.906

2.183
9.897
33.328
Perlindungan Sosial
105.088
4.293
3.091
4.779
12.213
8.048
14.379
46.803

Dari tabel diatas dapat terlihat bahwa untuk daerah Eks Karesidenan Surakarta alokasi belanja terbesar digunakan untuk membiayai pendidikan, sedangkan untuk Provinsi Jawa Tengah alokasi belanja terbesar dipergunakan untuk membiayai pelayanan umum.

b.2. Analisis Belanja Modal terhadap Total Belanja
Analisis ini memberikan gambaran kepada kita seberapa besar proporsi belanja yang dikeluarkan oleh Pemda yang ditujukan untuk membeli modal, dimana nantinya modal ini dapat memberikan manfaat baik untuk jangka menengah maupun jangka panjang. Dalam penelitian ini didapatkan hasil bahwa nilai rasio belanja modal terhadap total belanja untuk Eks Karesidenan Surakarta adalah sebesar 0.255898116, sedangkan untuk Provinsi Jawa Tengah sebesar 0.409546313. Dari hasil ini dapat kita pastikan bahwa Provinsi Jawa Tengah lebih banyak mengalokasikan belanjanya kepada belanja modal daripada alokasi yang dilakukan oleh daerah Eks Karesidenan Surakarta.

3. Analisis Pembiayaan
Pembiayaan daerah dapat didefinisikan sebagai penerimaan yang perlu dibayar kembali dan atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran bersangkutan atau tahun anggaran berikutnya. Pembiayaan tersebut dimaksudkan untuk menutup defisit atau memanfaatkan surplus anggaran. Analisis pembiayaan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah analisis penggunaan Silpa tahun lalu, analisis pembentukan dan penggunaan dana cadangan, serta analisis investasi. Berikut akan diterangkan tentang analisis-analisis yang dipergunakan tersebut beserta hasil perhitungan di setiap daerah.
a. Analisis Penggunaan Silpa Tahun Lalu
Silpa adalah sisa lebih anggaran tahun lalu yang dapat dipergunakan Pemda untuk menutup defisit tahun berjalan, sehingga Pemda tidak terpaku untuk menghabiskan anggaran bagi kegiatan yang tidak bermanfaat. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, analisis penggunaan Silpa tahun lalu pada daerah Eks Karesidenan Surakarta mencapai 329338, sedangkan pada Provinsi Jawa Tengah mencapai 549089. Hal ini berarti Provinsi Jawa Tengah lebih banyak menggunakan Silpa tahun 2007 untuk menutup defisit di tahun 2008.
b. Analisis Pembentukan dan Penggunaan Dana Cadangan
Dana cadangan adalah dana yang dibatasi penggunaannya, artinya peruntukannya sudah jelas. Dana cadangan dapat dibentuk apabila Pemda membukukan surplus. Dana ini digunakan untuk berjaga-jaga dapat digunakan untuk menutup defisit apabila Silpa tidak cukup. Pembentukan dana cadangan sudah dimasukkan dalam anggaran dan mendapat persetujuan DPRD. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, kedua daerah yang dibandingkan yaitu daerah Eks Karesidenan Surakarta dan daerah Provinsi Jawa Tengah sama-sama tidak menggunakan dana cadangan yang telah dibentuk. Hal ini mengindikasikan bahwa kekurangan dana yang terjadi pada tahun 2008 telah dapat tercover oleh Silpa yang dibentuk pada tahun 2007.
c. Analisis Investasi
Investasi dapat dilakukan apabila anggaran mengalami surplus. Investasi dilakukan dengan mengalokasikan surplus kedalam pengeluaran pembiayaan. Pemilihan instrumen investasi didasarkan pada faktor keamanan investasi, resiko serta keuntungannya. Berdasarkan hasil analisis pada penelitian maka didapatkan hasil bahwa tingkat investasi yang dilakukan oleh daerah Eks Karesidenan Surakarta mencapai 68890, sedangkan Provinsi Jawa Tengah mencapai 145000. Dari sini dapat terlihat jelas bahwa Provinsi Jawa Tengah lebih unggul dari daerah Eks Karesidenan Surakarta dalam melakukan investasi.

C. Analisis Neraca Daerah Eks Karesidenan Surakarta dan Jawa Tengah
·   Neraca Daerah Eks Karesidenan Surakarta Tahun 2008
ANALISIS NERACA TAHUN 2008 EKS KARESIDENAN SURAKARTA
No
Nama Analisis
Hasil
1
Analisis Proporsi Kelompok asset
a. Proporsi asset lancar
0.028315




b. Proporsi asset tetap
0.926579




c. Investasi jangka panjang
0.01821




d. Proporsi dana cadangan
0.000336




e. Proporsi asset lain
0.02656




Total
1
2
Analisis Modal Kerja
514955
3
Analisis Rasio Keuangan



A. Rasio Likuiditas




a. Rasio Cepat
24.06417943



b. Rasio Kas
20.94453891



c. Rasio Cepat
22.15433641



d. Working Capital to Asset
0.027138552


B. Rasio Solvabilitas

227.6584495


C. Rasio Utang





a. Rasio Utang terhadap Ekuitas
0.004651926



b. Rasio Utang terhadap Asset Modal
0.004740603
4
Analisis Utang Pemda



a. Rasio utang terhadap ekuitas
0.004651926




b. Rasio utang terhadap asset modal
0.004740603




c. Rasio bunga utang terhadap PAD
8969.129385




d. Rasio utang terhadap pertumbuhan pajak
0.759627654




e. Rasio utang terhadap PAD
0.245869052




f. Rasio utang terhadap total pendapatan daerah
0.018374678



·   Neraca Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008
ANALISIS NERACA TAHUN 2008 PROVINSI JAWA TENGAH
No
Nama Analisis
Hasil
1
Analisis Proporsi Kelompok asset
a. Proporsi asset lancar
0.052672




b. Proporsi asset tetap
0.839858




c. Investasi jangka panjang
0.10747




d. Proporsi dana cadangan
0




e. Proporsi asset lain
0




Total
1
2
Analisis Modal Kerja
543668
3
Analisis Rasio Keuangan



A. Rasio Likuiditas




a. Rasio Cepat
4.360527514



b. Rasio Kas
3.723107332



c. Rasio Cepat
3.973113611



d. Working Capital to Asset
0.040592962


B. Rasio Solvabilitas

82.78596476


C. Rasio Utang





a. Rasio Utang terhadap Ekuitas
0.012227037



b. Rasio Utang terhadap Asset Modal
0.014382597
4
Analisis Utang Pemda



a. Rasio utang terhadap ekuitas
0.012227037




b. Rasio utang terhadap asset modal
0.014382597




c. Rasio bunga utang terhadap PAD
0




d. Rasio utang terhadap pertumbuhan pajak
0.05784075




e. Rasio utang terhadap PAD
0.048074252




f. Rasio utang terhadap total pendapatan daerah
0.033389687


- Analisis Asset  Pemda
1. Analisis Proporsi Kelompok Asset
Analisis ini digunakan untuk mengetahui seberapa besar proporsi tiap kelompok asset terhadap total asset. Analisis ini sangatlah penting, karena dengan melihat hasil perhitungan kita dapat menilai kesehatan keuangan pemerintah. Apabila proporsi asset lancar terlalu besar, hal ini tidaklah baik (overliquid). Sedangkan apabila proporsi asset tetap yang terlalu besar, hal ini juga kurang baik (illiquid). Sehingga proporsi asset yang paling baik adalah seimbang antara asset lancar dengan asset tetap.

Tabel Proporsi Tiap Asset di daerah Eks Karesidenan Surakarta Tahun 2008
Proporsi Tiap Asset di daerah Eks Karesidenan Surakarta Tahun 2008
a. Proporsi asset lancar
0.028315
b. Proporsi asset tetap
0.926579
c. Investasi jangka panjang
0.01821
d. Proporsi dana cadangan
0.000336
e. Proporsi asset lain
0.02656
Total
1

Dari tabel di atas, kita dapat melihat dengan jelas bahwa asset yang paling besar proporsinya adalah asset tetap, yaitu sebesar 0.926579, sedangkan besarnya proporsi asset lancar hanya 0.028315. Hal ini mengindikasikan bahwa terjadi illiquid pada daerah Eks Karesidenan Surakarta pada tahun 2008. Temuan ini harus segera mendapatkan perhatian bagi Pemda agar masalah financial distress tidak terjadi.

Tabel Proporsi Tiap Asset di daerah Eks Karesidenan Surakarta Tahun 2008
Hasil
a. Proporsi asset lancar
0.052672
b. Proporsi asset tetap
0.839858
c. Investasi jangka panjang
0.10747
d. Proporsi dana cadangan
0
e. Proporsi asset lain
0
Total
1

Potret serupa juga bisa terlihat pada neraca Provinsi Jateng di tahun 2008, di mana proporsi asset yang paling besar adalah asset tetap, sedangkan besarnya asset lancar hanya 0.052672. Angka-angka ini juga mengindikasikan terjadinya illiquid pada Provinsi Jawa Tengah. Hal ini harus segera ditindaklanjuti agar Pemda dapat melakaukan transaksi keuangan dengan lancar tanpa menjual terlebih dahulu asset-asset tetapnya untuk mendapatkan dana.

2. Analisis Modal Kerja
Untuk menilai kecukupan keuangan pemerintah daerah dalam memenuhi kebutuhan pelaksanaan operasi rutin tanpa harus mencairkan investasi jangka pendek dan jangka panjang, menggunakan dana cadangan atau pos pembiayaan. Hasil analisis modal kerja harus memberikan angka positif. Berdasarkan hasil penelitian ditemukan fakta bahwa nilai modal kerja pada daerah Eks Karesidenan Surakarta sebesar 514955, sedangkan pada Provinsi Jawa Tengah sebesar 543668. Angka ini menunjukkan bahwa Provinsi mempunyai modal kerja yang sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan daerah Eks Karesidenan Surakarta.

3. Analisis Rasio Keuangan
a. Rasio Likuiditas
Rasio likuiditas yang dipergunakan dalam penelitian ini ada 3 macam, yaitu:
- Rasio Cepat
Rasio ini menggambarkan apakah Pemda memiliki aktiva yang cukup untuk mencukupi pelunasan hutangnya. Rasio yang dianggap aman adalah 2:1. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan rasio cepat untuk daerah Eks Karesidenan Surakarta adalah sebesar 24.06417943, sedangkan untuk Provinsi Jawa Tengah sebesar 4.360527514. Hal ini menunjukkan bahwa rasio cepat yang dimiliki oleh daerah Eks Karesidenan Surakarta jauh lebih baik dari Provinsi Jawa Tengah.
- Rasio Kas
Rasio kas merupakan salah satu ukuran likuiditas yang terbaik karena sudah memasukkan unsur efek (investasi yang cepat diuangkan) di dalam analisisnya. Rasio ini berguna untuk mengetahui apakah pemda dapat melunasi hutangnya dengan segera menggunakan kas dan efek atau tidak. Rasio kas di daerah Eks Karesidenan Surakarta memiliki nilai sebesar 20.94453891, sedangkan Provinsi Jawa Tengah sebesar 3.723107332. Dari sini dapat kita lihat bahwa daerah Eks Karesidenan Surakarta mempunyai rasio kas yang lebih baik.
- Rasio Cepat
Rasio cepat juga merupakan salah satu ukuran likuiditas yang terbaik karena sudah mengurankankan persediaan dalam aktiva lancar. Persediaan dianggap kurang likuid karena memerlukan dua tahap untuk mengubahnya menjadi likuid. Daerah Eks Karesidenan Surakarta memiliki rasio kas sebesar 22.15433641, sedangkan Provinsi Jawa Tengah sebesar 3.973113611. Berdasarkan hasil tersebut daerah Eks Karesidenan Surakarta memiliki rasio cepat yang lebih baik.
- Working Capital to Total Asset
Analisis ini dipergunakan untuk mengukur likuiditas dari total aktiva dengan posisi modal kerja netto. Nilai yang diperoleh oleh daerah Eks Karesidenan Surakarta adalah sebesar 0.027138552, sedangkan untuk Provinsi Jawa Tengah memperoleh nilai sebesar 0.040592962.. Dari hasil tersebut dapat diketahui bahwa Provinsi Jawa Tengah memiliki tingkat likuiditas yang lebih tinggi dari daerah Eks Karesidenan Surakarta.

b. Rasio Solvabilitas
Rasio ini dipergunakan untuk melihat kemampuan Pemda dalam memenuhi seluruh kewajibannya, baik kewajiban jangka pendek maupun jangka panjang. Nilai yang semakin besar mencerminkan semakin baik daerah tersebut dalam memenuhi kewajibannya. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan didapatkan hasil bahwa nilai rasio solvabilitas untuk daerah Eks Karesidenan Surakarta adalah 227.6584495, sedangkan untuk Provisi Jawa Tengah sebesar 82.78596476. Walaupun nilai rasio Solvabilitas sama-sama besar, akan tetapi rasio solvabilitas yang dimilki daerah Eks Karesidenan Surakarta jauh lebih baik dari Provinsi Jawa Tengah.

c. Rasio Utang
- Rasio Utang terhadap Ekuitas
Rasio utang digunakan untuk mengetahui bagian setiap ekuitas dana yang dijadikan jaminan untuk keseluruhan hutang. Rasio ini dapat menjadi indikasi seberap besar Pemda terbebani oleh utang. Rasio utang yang tinggi menandakan kelebihan utang/ over leveraged. Berdasarkan hasil penghitungan didapatkan hasil rasio utang terhadap ekuitas di daerah Eks Karesidenan Surakarta sebesar 0.004651926, sedangkan untuk Provinsi Jawa Tengah sebesar 0.012227037. Melalui angka-angka hasil perhitungan di atas, dapat kita simpulkan bahwa kedua daerah tidak terbebani utang. Akan tetapi nilai rasio yang dimilki oleh daerah Eks Karesidenan Surakarta lebih baik dari Provinsi Jawa Tengah.
- Rasio Utang terhadap Asset Modal
Rasio ini digunakan untuk melihat gambaran seberapa bagian asset modal yang dijadikan jaminan hutang oleh Pemda. Akan tetapi analisis ini tidaklah relevan karena asset tetap tidak boleh dijadikan jaminan bagi Pemda untuk melakukan hutang.Hasil yang diperoleh untuk daerah Eks Karesidenan Surakarta adalah sebesar 0.004740603, sedangkan untuk Provinsi Jawa Tengah sebesar 0.014382597. Berdasarkan hasil penghitungan tersebut dapat kita simpulkan bahwa kedua daerah sangat baik karena tidak menggunakan asset modal untuk dijadikan jaminan utang.

- Analisis Kewajiban dan Ekuitas Dana Pemda
1. Analisis Utang Pemda
a. Rasio Utang terhadap Ekuitas
Rasio utang digunakan untuk mengetahui bagian setiap ekuitas dana yang dijadikan jaminan untuk keseluruhan hutang. Rasio ini dapat menjadi indikasi seberap besar Pemda terbebani oleh utang. Rasio utang yang tinggi menandakan kelebihan utang/ over leveraged. Berdasarkan hasil penghitungan didapatkan hasil rasio utang terhadap ekuitas di daerah Eks Karesidenan Surakarta sebesar 0.004651926, sedangkan untuk Provinsi Jawa Tengah sebesar 0.012227037. Melalui angka-angka hasil perhitungan di atas, dapat kita simpulkan bahwa kedua daerah tidak terbebani utang. Akan tetapi nilai rasio yang dimilki oleh daerah Eks Karesidenan Surakarta lebih baik dari Provinsi Jawa Tengah.
b.  Rasio Utang terhadap Asset Modal
Rasio ini digunakan untuk melihat gambaran seberapa bagian asset modal yang dijadikan jaminan hutang oleh Pemda. Akan tetapi analisis ini tidaklah relevan karena asset tetap tidak boleh dijadikan jaminan bagi Pemda untuk melakukan hutang.Hasil yang diperoleh untuk daerah Eks Karesidenan Surakarta adalah sebesar 0.004740603, sedangkan untuk Provinsi Jawa Tengah sebesar 0.014382597. Berdasarkan hasil penghitungan tersebut dapat kita simpulkan bahwa kedua daerah sangat baik karena tidak menggunakan asset modal untuk dijadikan jaminan utang.


c. Rasio Bunga Utang terhadap PAD
Rasio ini menggambarkan besarnya kemampuan Pemda untuk membayar bunga atas utang jangka panjang dengan PAD. Jadi, utang Pemda harus mampu dibiayai dengan PAD. Berdasarkan penghitungan yang dilakukan  dengan analisis ini, didapatkan hasil bahwa nilai rasio untuk daerah Eks Karesidenan Surakarta adalah sebesar 8969.129385, sedangkan untuk Provinsi Jawa Tengah sebesar 0. Angka nol ini diperoleh karena utang bunga Provinsi Jawa Tengah bernilai nol.
d. Rasio Utang terhadap Pertumbuhan Pajak
Rasio ini menggambarkan kemampuan pemerintah untuk membayar kewajibannya dengan pendapatan pajak yang diterimanya, sehingga jika nilai yang diperoleh semakin kecil maka rasio tersebut semakin baik. Daerah Eks Karesidenan Surakarta mempunyai nilai rasio 0.759627654, sedangkan untuk Provinsi Jawa Tengah memiliki nilai sebesar 0.05784075. Berdasarkan penghitungan tersebut dapat terlihat jelas rasio yang dimilki oleh Provinsi Jawa Tengah jauh lebih baik dari pada rasio yang dimilki daerah Eks Karesidenan Surakarta.
e. Rasio Utang terhadap PAD
Rasio ini menggambarkan kapasitas Pemda untuk membayar utang dari penerimaan PAD-nya. Indikatornya, jika nilainya semakin rendah maka rasionya semakin baik. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan didapatkan hasil bahwa rasio daerah Eks Karesidenan Surakarta sebesar 0.245869052, sedangkan rasio untuk Provinsi Jawa Tengah adalah sebesar 0.048074252. Dari hasil perhitungan dapat jelas terlihat bahwa rasio yang dimiliki oleh Provinsi Jawa Tengah lebih baik dari daerah Eks Karesidenan Surakarta. Hal ini mengindikasikan bahwa Jawa Tengah mampu membayar utang dari PAD secara lebih baik dari daerah Eks Karesidenan Surakarta.
f. Rasio Utang terhadap Total Pendapatan Daerah
Rasio ini menggambarkan kapasitas Pemda untuk membayar utang dari total pendapatannya. Indikatornya, jika nilainya semakin rendah maka rasionya semakin baik. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan didapatkan hasil bahwa rasio daerah Eks Karesidenan Surakarta sebesar 0.018374678, sedangkan rasio untuk Provinsi Jawa Tengah adalah sebesar 0.033389687. Dari hasil perhitungan dapat jelas terlihat bahwa rasio yang dimiliki oleh daerah Eks Karesidenan Surakarta lebih baik dari Provinsi Jawa Tengah. Hal ini berarti daerah Eks Karesidenan Jawa Tengah mampu membeyar utang dari total pendapatan secara lebih baik dari Provinsi Jawa Tengah.

































BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari berbagai analisis berdasarkan data APBD dan Neraca Tahun 2007-2008 maka dapat disimpulkan bahwa untuk saat ini wacana pembentukan daerah Eks Karesidenan Surakarta menjadi Provinsi Daerah Istimewa Surakarta (DIS) perlu mendapat tinjauan kembali. Menurut berbagai perhitungan yang dilakukan dalam penelitian ini, kondisi keuangan Eks Karesidenan Surakarta yang tercermin dalam APBD dan Neraca tidak lebih bagus dari kondisi keuangan di tingkat Provinsi Jawa Tengah. Memang ada beberapa indicator keuangan yang menunjukkan bahwa kondisi daerah Eks Karesidenan Surakarta lebih baik dari kondisi di tingakt Provinsi Jawa Tengah, akan tetapi juga tidak sedikit indicator yang menunjukkan hal yang sebaliknya. Selain itu alasan politis juga nampaknya dapat mengganjal terbentuknya Provinsi Daerah Istimewa Surakarta (DIS) seperti Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Contoh masalah politis tersebut adalah adanya dua buah keraton di Surakarta yang masing-masing dipimpin oleh seorang raja. Hal ini tentu akan membingungkan tentang siapa yang akan bertindak sebagai pimpinan. Kondisi ini sangatlah berbeda dengan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang hanya memilki satu keraton dan satu raja, sehingga kepemimpinan dapat berlangsung tanpa terjadi perebutan wewenang.
Akan tetapi dengan melihat perkembangan daerah Eks Karesidenan Surakarta yang semakin meningkat dari tahun ke tahun, di masa depan wacana pembentukan provinsi baru yang terlepas dari Provinsi Jawa Tengah nampaknya akan dapat terwujud. Oleh karena itu dalam rangka menyiapkan diri ke arah hal tersebut, Pemkot-Pemkot yang nantinya akan bergabung menjadi provinsi baru itu harus lebih mempererat koordinasi kebijakan dan berusaha untuk memaksimalkan segala potensi yang ada di daerahnya dengan baik.

B. Saran
Dari berbagai uraian yang telah dijelaskan di atas, penulis mencoba memberikan saran agar kedepannya dapat menjadi lebih baik:
1.    Baik Pemda Eks Karesidenan Surakarta maupun Provinsi Jawa Tengah harus berusaha untuk menggali segala potensi yang ada di daerahnya, serta meningkatkan keefisienan di dalam merencanakan dan merealisasikan APBD dan Neraca.
2.    Walaupun sekarang Eks Karesidenan Surakarta belum dinilai siap untuk menjadi sebuah provinsi baru. Akan tetapi mengingat perkembangannya yang semakin baik, dimasa depan pembentukan provinsi baru cukup menjanjikan untuk dilakukan. Mengingat adanya berbagai kepentingan politik di dalamnya dan adanya dua keraton di Surakarta maka pembentukan provinsi baru tersebut tidak bisa sama dengan status Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, sehingga nama Propvinsi DIS sebaiknya diganti dengan Provinsi Surakarta saja tanpa perlu adanya tambahan Daerah Istimewa. Jadi nantinya Propinsi Surakarta ini juga dipimpin oleh gubernur biasa, tidak seperti DIY yang dipimpin oleh seorang raja yang juga seorang gubernur.






















DAFTAR PUSTAKA

Bank Indonesia. Kajian Ekonomi Regional Eks Karesidenan Surakarta Semester II-2008
BPPDIS.27 Januari 2010.Buku:Landasan HukumPembentukan Propinsi Daerah Istimewa Surakarta.Online [accessed on 29 April 2010]. http://www.bppdis.wordpress.com/2010/27/01
Dirjen Perimbangan Keuangan dan Pembangunan. Online [accessed on 29 April 2010]. http://www.dirjenperimbangankeuangandanpembangunan.go.id
Go Jawapos.29 April 2010. Berkembang Wacana untuk Membentuk Provinsi Surakarta.Online [accessed on 29 April 2010]. http://www.jawapos.co.id
Samroni, Imam.18 Januari 2010.Mengembalikan Status Propinsi Daerah Istimewa Surakarta.Online [accessed on 29 April 2010]. http://imamsamroni.wordpress.com/2010/01/18/mengembalikan-status-propinsi-daerah-istimewa-surakarta
Setiawan, Anton A.10 Maret 2010.Solo ibokota Jateng atau Provinsi Surakarta.Online [accessed on 29 April 2010]. http://artikel-media.blogspot.com/2010/03/solo-ibukota-jateng-atau-provinsi.html
Setyawan, Johan. 27 Maret 2010. Daerah Istimewa Surakarta, Mungkin Nggak Ya?.Online [accessed on 29 April 2010]. http://kompasiana.com/juanasaf
Wkipedia.Kabupaten Di Jawa Tengah.Online [accessed on 29 April 2010]. http://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Jateng

1 komentar:

  1. Saya telah berpikir bahwa semua perusahaan pinjaman online curang sampai saya bertemu dengan perusahaan pinjaman Suzan yang meminjamkan uang tanpa membayar lebih dulu.

    Nama saya Amisha, saya ingin menggunakan media ini untuk memperingatkan orang-orang yang mencari pinjaman internet di Asia dan di seluruh dunia untuk berhati-hati, karena mereka menipu dan meminjamkan pinjaman palsu di internet.

    Saya ingin membagikan kesaksian saya tentang bagaimana seorang teman membawa saya ke pemberi pinjaman asli, setelah itu saya scammed oleh beberapa kreditor di internet. Saya hampir kehilangan harapan sampai saya bertemu kreditur terpercaya ini bernama perusahaan Suzan investment. Perusahaan suzan meminjamkan pinjaman tanpa jaminan sebesar 600 juta rupiah (Rp600.000.000) dalam waktu kurang dari 48 jam tanpa tekanan.

    Saya sangat terkejut dan senang menerima pinjaman saya. Saya berjanji bahwa saya akan berbagi kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi jika Anda memerlukan pinjaman, hubungi mereka melalui email: (Suzaninvestment@gmail.com) Anda tidak akan kecewa mendapatkan pinjaman jika memenuhi persyaratan.

    Anda juga bisa menghubungi saya: (Ammisha1213@gmail.com) jika Anda memerlukan bantuan atau informasi lebih lanjut

    BalasHapus